Bismillaah..
Oleh
Ust Abdul Hakim bin Amir Abdat
Dalam masalah ini, kami tunjukkan sejumlah hadits-hadits
shahih, tentang ancaman yang sangat berat dan adzab yang sangat mengerikan
kepada para pendusta dan pemalsu hadits atas Nabi Shalallahu alaihi
wasalam.
Hadits-hadist tersebut ialah :
........... "Man kadzaba a'laiya muta'ammidan
palyatabawwa maq'adahu minannaar".
Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda
Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam "Barang siapa yang berdusta
atasku (yakni atas namaku) dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat
duduknya (yakni tempat tinggalnya) di neraka". (Hadits shahih dikeluarkan
oleh Imam Bukhari (1/36) dan Muslim (1/8) dll)
Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda
Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam, "Barangsiapa yang membuat-buat
perkataan atas (nama)ku yang (sama sekali) tidak pernah aku ucapkan, maka
hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka". (Hadits shahih
dikeluarkan oleh Ibnu Majah (No. 34) dan Imam Ahmad bin Hambal (2/321))
Artinya : Dari Salamah bin Akwa, ia berkata. Aku telah
mendengar Nabi Shalallahu alaihi wasalam bersabda : "Barangsiapa yang
mengatakan atas (nama)ku apa-apa (perkataan) yang tidak pernah aku ucapkan,
maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka". (Hadits shahih
riwayat Imam Bukhari (1/35) dll, hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad
(4/47) dengan lafadz yang sama dengan hadits No. 1,4,5,6 & 8)
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan lagi (4/50) dengan lafadz.
Artinya : "Tidak seorangpun yang berkata atas (nama)ku
dengan batil, atau (ia mengucapkan) apa saja (perkataan) yang tidak pernah aku
ucapkan, melainkan tempat duduknya di neraka". Sanad ini shahih atas
syarat Bukhari dan Muslim.
Artinya : Dari Anas bin Malik, ia berkata. Sesungguhnya yang
mencegahku menceritakan hadist yang banyak kepada kamu, (ialah) karena
Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam telah bersabda : "Barangsiapa yang
sengaja berdusta atasku (yakni atas namaku), maka hendaklah ia mengambil tempat
duduknya di neraka". Hadits shahih dikeluarkan oleh Bukhari (1/35) dan
Muslim (1/7) dll.
Artinya : Dari Amir bin Abdullah bin Zubair dari bapaknya
(Abdullah bin Zubair), ia berkata. Aku bertanya kepada Zubair bin 'Awwam :
"Mengapakah aku tidak pernah mendengar engkau menceritakan (hadits) dari
Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam sebagaimana aku mendengar Ibnu Mas'ud dan
si fulan dan si fulan..? Jawabnya : Adapun aku tidak pernah berpisah dari
Rasulullah sejak aku (masuk) Islam, akan tetapi aku telah mendengar dari beliau
satu kalimat, beliau bersabda : "Barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku
dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka".
Hadits shahih, dikeluarkan Bukhari (1/35), Abu dawud (No. 3651) dan Ibnu Majah
(No. 36 dan ini lafadznya) dll.
Dua riwayat di atas dari dua orang sahabat besar Anas bin
Malik dan Zubair bin 'Awwam, menunjukkan betapa sangat hati-hatinya para
sahabat radliyallahu 'anhum dalam meriwayatkan hadits Nabi Shalallahu alaihi
wasalam.
Artinya : Dari Abdullah bin Amr, ia berkata. Sesungguhnya
Nabi Shalallahu alaihi wasalam telah bersabda : "Sampaikanlah dariku
meskipun satu ayat, dan ceritakanlah tentang Bani Israil dan tidak ada
keberatan (yakni berdosa), dan barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku dengan
sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya (yakni tempat tinggalnya)
di neraka". Hadits shahih, dikeluarkan oleh Bukhari (4/145) dan Tirmidzi
(4/147 di Kitab Ilmu) dan Ahmad (2/159), 202 & 214) dll.
Sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam." Ceritakanlah
tentang Bani Israil dan tidak ada keberatan", yakni tidak berdosa selama
itu baik menurut Syara'.
Berkata Imam Malik. "Yang dikehendaki boleh
menceritakan tentang mereka (Bani Israil) ialah dari urusan yang baik, adapun
apa-apa yang telah diketahui dustanya tidak boleh". Demikian juga
keterangan Imam Syafi'iy, hampir sama. (baca Al-Fathul Bari 7/309 syarah
Bukhari).
Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Bahwa
cerita-cerita tentang Bani Israil itu ada tiga macam :
1.
Yang telah diketahui kebenaran dan
kesahihannya oleh Syara' dari perkara-perkara yang baik. Maka inilah yang
dimaksud dengan sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam diatas.
2.
Yang telah diketahui kebatilan dan
kedustaannya oleh Syara'. Maka tidak boleh kita ceritakan, kecuali untuk
menjelaskan kebatilan dan dustanya.
3.
Yang tidak atau belum diketahui
benar dan dustanya. Maka tidak boleh kita imani atau dustai, dan
menceritakannya-pun tidak ada faedah sama sekali. (baca Tafsir Ibnu Katsir
1/4).
Artinya : Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata. telah
bersabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. "Janganlah kamu berdusta
atas (nama)ku.! Karena, sesungguhnya barangsiapa yang berdusta atasku, maka
hendaklah ia memasuki neraka". Hadist shahih, riwayat Bukhari (1/35),
Muslim (1/7), Tirmidzi (4/142 Kitabul Ilmi), Ibnu Majah (No. 3) dan Ahmad.
Artinya : Dari Mughirah (bin Syu'bah) radliyallahu 'anhu, ia
berkata, Aku telah mendengar Nabi SAW bersabda : "Sesungguhnya berdusta
atasku tidaklah sama berdusta kepada orang lain (selainku), maka barangsiapa
yang berdusta atas (nama)ku dengan sengaja, hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya
di neraka". Hadist shahih riwayat Bukhari (2/81), Muslim (1/8) dan Ahmad
(4/252).
Artinya : Dari Watsilah bin Asqa', ia berkata. telah
bersabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam.
"Sesungguhnya dari sebesar-besar dusta adalah, seorang
menda'wahkan/mengaku (berbapak) kepada yang bukan bapaknya (yakni menasabkan
diri kepada orang lain yang bukan bapaknya), atau (ia mengatakan) telah
diperlihatkan kepada matanya apa yang (sebenarnya) matanya tidak pernah melihat
(yakni ia mengaku telah bermimpi dan melihat sesuatu tetapi sebenarnya bohong).
Dalam riwayat yang lain di jelaskan, atau (ia mengatakan),
telah diperlihatkan kepada kedua matanya dalam tidur mimpi) apa yang tidak
dilihat oleh kedua matanya (yakni ia mengaku telah bermimpi sesuatu padahal dusta),
atau ia mengatakan atas (nama) Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam apa yang
beliau tidak pernah sabdakan". Hadits shahih, riwayat Bukhari (4/157) dan
Ahmad (4/106) dan riwayat yang kedua, dari jalannya.
Artinya : Dari Abi Bakar bin Salim dari bapaknya (yaitu
Salim bin Abdullah bin Umar) dari kakeknya (yaitu Abdullah bin Umar), ia
berkata. Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam telah bersabda.
"Sesungguhnya orang yang berdusta atas (nama)ku akan dibangunkan untuknya
satu rumah di neraka". Hadist shahih, dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin
Hambal di musnadnya (2/22, 103 & 144) dan sanadnya shahih atas syarat
Bukahri dan Muslim.
TAKHRIJUL HADITS
Hadits "man kadzaba a'laiya" dan yang
semakna dengannya tentang ancaman berdusta atas Rasullah Shalallahu alaihi
wasalam, derajadnya MUTAWATIR. Telah diriwayatkan oleh berpuluh-puluh sahabat,
sehingga dikatakan sampai dua ratus orang sahabat meriwayatkannya. Dan tidak
satupun hadits mutawatir yang derajadnya lebih tinggi dari hadits "man
kadzaba a'laiya". (baca : Syarah Muslim (1/68) An-Nawawi, Fathul Bari
(1/213) Ibnu Hajar. Tuhfatul Ahwadziy syarah tirmidzi (7/418-420).
Saya (Maksudnya : Ust Abdul Hakim bin Amir Abdat)
berpandangan : Bahwa banyaknya sahabat yang meriwayatkan hadits di atas
memberikan beberapa faedah yang menunjukan :
1.
Nabi Shalallahu alaihi wasalam
sering menyampaikan dan mengulang-ulang sabdanya tersebut.
2.
Perhatian yang besar para sahabat
dalam memelihara, dan menjaga betul-betul sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam
dan segala sesuatu yang disandarkan orang kepada beliau Shalallahu alaihi
wasalam. Sehingga mereka saling berpesan dan berwasiat dan meriwayatkannya
sesama mereka. Kemudian mereka menyampaikannya kepada Tabi'in dan Tabi'in
menyampaikannya kepada Atba'ut Tabi'in dan seterusnya tercatat dan terpelihara
dengan baik dan rapi di dewan-dewan Imam-imam Sunnah. Sehingga sepanjang
pemeriksaan saya -hampir-hampir- tidak ada satupun Imam dari Imam-imam ahli
hadits melainkan meriwayatkannya di kitab-kitab hadits mereka. Dari Amirul
Mu'minin fil hadits Al-Imam Bukhari sampai Imam Ibnul Jauzi radiiyallahu 'anhum
wa jazaahumullahu 'anil Islam khairan.
3.
Ketinggian derajadnya dalam
kesahihan dan kemutawatirannya dan mencapai tingkat teratas dalam martabat
hadits-hadits mutawatir.
4.
Kebesaran maknanya yang meliputi
beberapa faedah dan sejumlah qaidah dan menutup pintu kerusakan-kerusakan yang
besar dalam Agama ini, disebabkan berdusta atas nama Nabi Shalallahu alaihi
wasalam.
LUGHOTUL HADITS
Sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam : ....palyatabawaa... = hendaklah ia mengambil
Sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam : ....palyatabawaa... = hendaklah ia mengambil
Artinya : Maka hendaklah ia mengambil untuk dirinya satu
tempat tinggal (yakni di neraka). Dikatakan : Seorang mengambil tempat, (yakni)
apabila ia mengambilnya sebagai tempat tinggalnya (tempat menetap atau
rumahnya). Maka sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam. "Hendaklah ia
mengambil tempat tinggalnya di neraka". bentuk perintah yang maknanya
kabar, atau bermakna mengancam, atau maknanya mengejek dan marah, atau
mendo'akan pelakunya yakni semoga Allah menempatkannya di neraka".
(Al-Fath 1/211 dan syarah Muslim 1/68). Wallahu 'Alam.
SYARAH HADITS
Menurut Imam Nawawi (rahimahullahu) hadits ini meliputi
beberapa faedah dan sejumlah qawaa'id, diantaranya :
1.
Ketetapan tentang qa'idah dusta bagi
Ahlus Sunnah. (akan datang penjelasannya).
2.
Sangat besar pengharaman dusta atas
nama beliau Shalallahu alaihi wasalam, dan merupakan kekejian dan kebinasaan
yang sangat besar.
3.
Tidak ada perbedaan tentang haramnya
berdusta atas nama Nabi Shalallahu alaihi wasalam baik dalam masalah-masalah
ahkam (hukum-hukum) atau bukan, seperti ; tarhib dan nasehat-nasehat dan
lain-lain. Maka semuanya itu adalah haram dan sebesar besar dosa besar dan
seburuk-buruk perbuatan menurut ijma' kaum muslimin.
4.
Haram meriwayatkan hadits
maudlu'/palsu atas orang yang telah mengetahui kemaudlu'annya atau berat
sangkaan bahwa hadits tersebut maudlu'. Maka barangsiapa yang meriwayatkan satu
hadits yang ia ketahui atau berat sangkaannya bahwa hadits itu palsu dan ia
tidak menjelaskan kepalsuannya, maka ia termasuk kedalam ancaman hadist di atas
dan tergolong orang-orang yang berdusta atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi
wasalam.
Diringkas dari syarah Muslim 1/69-71 dan baca juga Al-Fath
1/210-214 & 7/310.
Dibawah ini akan saya jelaskan lebih luas lagi :
1. MAKNA DUSTA
Berkata Imam Nawawi di kitabnya Al-Adzkar (halaman 326) :
"Ketahuilah ! Sesungguhnya menurut madzhab Ahlus Sunnah bahwa dusta itu
ialah : Mengkabarkan tentang sesuatu yang berlainan (berbeda/menyalahi)
keadaannya. Sama saja apakah engkau lakukan (dusta itu) dengan sengaja atau
karena kebodohanmu (tidak sengaja), akan tetapi tidak berdosa kalau karena
kebodohan (tidak sengaja) dan berdosa kalau dilakukan dengan sengaja".
(baca juga syarah Muslim 1/69).
Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar di Al-Fath (1/211): Artinya :
"Sesungguhnya dusta itu ialah : Mengkabarkan tentang sesuatu yang
berlainan dengan keadaannya".
2. MAKNA BERDUSTA ATAS NAMA NABI Shalallahu alaihi
wasalam
Berdusta atas nama Nabi Shalallahu alaihi wasalam ialah :
menyandarkan sesuatu kepada beliau Shalallahu alaihi wasalam baik berupa
perkataan (qaul), perbuatan (fi'il) atau taqriri (persetujuan beliau atas
perbuatan atau perkataan sahabat) dan segala sesuatu yang disandarkan kepada
beliau Shalallahu alaihi wasalam dengan cara berbohong/berdusta atas namanya
Shalallahu alaihi wasalam. Sama saja, apakah masalah-masalah hukum atau targhib
dan tarhib dan nasehat-nasehat atau tarikh/sejarah dan lain sebagainya.
Semuanya adalah haram dan termasuk berbohong atas nama Nabi Shalallahu alaihi
wasalam, sebagaimana penjelasan Imam Nawawi di atas (semoga Allah
merahmatinya).
Hadits atau riwayat dusta itu, Ulama kita menamakannya
dengan "HADITS/RIWAYAT MAUDLU'/PALSU" yaitu : "Hadist yang
dibuat-buat/diada-adakan/diciptakan orang secara dusta atas nama Nabi
Shalallahu alaihi wasalam, baik dengan sengaja atau tidak sengaja". Tidak
sengaja itu bisa dengan sebab kebodohan atau kekeliruan atau kesalahannya.
Meskipun ia tidak secara langsung berdusta, tetapi tetap saja kabarnya
dinamakan kabar maudlu' (palsu/bohong). Karena itu hadits-hadits tidak boleh
diambil dari orang-orang jahil dan bukan ahlinya dan cacat lainnya sebagaimana
telah diterangkan oleh Ulama-ulama ahli Hadits. (lebih lanjut bacalah
Muqaddimah Imam Muslim di kitab sahihnya). (Baca : Muqaddimah Ibnu Shalah
(halaman 47). Syarah Nukhbatul Fikr (halaman 80) Ibnu Hajar, Al Wadlu' fil
Hadist (1/107), Taujihunnadazar ila Ushulil A-tsar (halaman 252).
3. HUKUMNYA
Hadits-hadits diatas [tulisan kami bagian pertama] merupakan
ancaman yang sangat berat dan mengerikan sekali terhadap para pemalsu dan
pendusta-pendusta besar atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. Untuk
mereka Allah Jalla Jalaa Luhu telah menyediakan tempat tinggal berupa satu
rumah di neraka, yang disitu mereka akan diadzab dengan adzab yang besar. Hal
ini disebabkan karena :
1.
Bahwa berdusta atas nama Rasullah
Shalallahu alaihi wasalam adalah sebesar-besar dusta yang pernah dilakukan oleh
manusia, sesudah berdusta atas nama Allah Jalla Jalaa Luhu, bahkan berdusta
atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam sama dengan berdusta atas nama
Allah Jalla wa'ala.
2.
Berdusta atas nama Rasulullah
Shalallahu alaihi wasalam tidak sama dengan berdusta kepada orang lain (selain
Nabi Shalallahu alaihi wasalam), kalau berdusta kepada orang lain telah berdosa
(dosa besar menurut Ulama), maka bagaimana pandanganmu terhadap orang yang
berbohong atas nama "seseorang" yang perkataan dan perbuatannya
menjadi syariat dan diikuti oleh manusia ..? Dengan sendirinya si pendusta ini
telah membuat syariat baru yang bukan syariat Nabi Shalallahu alaihi wasalam
meskipun memakai nama beliau Shalallahu alaihi wasalam. Kemudian kebohongannya
itu tersebar di permukaan bumi dan terus berkelanjutan yang diturut banyak
manusia sampai hari qiamat. Dengan demikian terjadilah kerusakan yang sangat
besar pada Agama dan dunia seperti timbulnya ajaran-ajaran syirik,
khurafat-khurafat dan bid'ah-bid'ah,dsb.
Oleh karena kerusakannya demikian besar, maka Ulama-ulama
kita telah berselisih pandangan dalam menghukuminya, menjadi dua madzhab :
1.
Tidak mengkafirkannya, tetapi
pelakunya telah mengerjakan sebesar-besar dosa besar dan seburuk-buruk
perbuatan. Demikian pendapat jumhur menurut Imam Nawawi.
2.
Tegas-tegas mengkafirkan orang-orang
yang berdusta dengan sengaja dan mengetahui kedustaannya atas Nabi Shalallahu
alaihi wasalam. Telah berkata Imam Ibnu Katsir : "Sebagian Ulama ada yang
mengkafirkan orang yang sengaja dusta dalam hadits Nabi dan diantara mereka ada
yang mewajibkan harus dibunuh". (Ikhtisar Ulumul Hadits : 102).
Sebagian Ulama tersebut ialah Imam Al Juwaini (bapaknya Imam
Haramaian). Demikian keterangan Nawawi di syarah Muslim (1/69) dan Al-Hafidz
Ibnu Hajar di Fath (91/212-213 & 7/310), kemudian Syaikh Ahmad Syakir dalam
syarahnya atas kitab Ibnu Katsir (halaman 79). Dan kelihatannya Imam Ibnu Abdil
Bar condong berpendapat mengkafirkannya. Demikian menurut Ibnu Hajar. Pandangan
Imam Al Juwaini yang sangat tegas mengkafirkannya dan beliau nyatakan terus
menerus di majelis-majelisnya telah dibantah dan dilemahkan oleh anaknya
sendiri yaitu Imam Haramain, kemudian Imam Nawawi dan kelihatannya Ibnu Hajar
pun condong melemahkannya. Tetapi menurut Syaikh Ahmad Syakir (seorang Ulama
Ahli Hadits besar pada abad ini) bahwa pendapat Imam Juwaini itulah yang benar.
Wallahu a'lam.
Kemudian Ulama-ulama kita pun berselisih pendapat dalam
menerima kembali riwayat-riwayat orang yang telah taubat dari memalsukan hadits
Nabi Shalallahu alaihi wasalam. Apakah diterima kembali atau ditolak
selama-lamanya..? Dalam masalah inipun terdapat dua madzhab :
1.
Tidak diterima dan ditolak
selama-lamanya meskipun ia telah taubat dengan taubat yang shahih. Demikian
madzhab (pendapat) Imam Ahmad bin Hambal dan Ulama-ulama besar yang sefaham
dengan beliau.
2.
Diterima riwayatnya apabila ia telah
taubat dengan taubat yang shahih. Dan Imam Nawawi telah membantah faham di atas
(madzhab Imam Ahmad) dengan beberapa hujjah. (baca : Syarah Muslim/69).
Menurut tahqik Syaikh Ahmad Syakir yang rajih (kuat) ialah
pendapat Imam Ahmad bin Hambal dan Ulama-ulama yang sefaham dengannya, sebagai
peringatan dan ancaman yang sangat keras berdusta atas nama Rasulullah
Shalallahu alaihi wasalam, karena kerusakannya sangat besar dan akan menjadi
syariat yang terus menerus sampai hari qiamat. Berbeda dengan dusta kepada
selainnya dan saksi (palsu), karena kerusakan keduanya terbatas dan tidak umum.
Maka tidak dapat dikiaskan/diibaratkan berdusta dalam meriwayatkan hadits
dengan berdusta dalam saksi dan macam-macam maksiat yang lain. Wallahu
a'lam. (baca : Ikhtisar Ibnu Katsir halaman 101-102).
4. SEBAB-SEBAB TERJADINYA PEMALSUAN HADITS
Adapun sebab-sebab yang membawa para pendusta untuk
memalsukan hadits-hadits atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam banyak
sekali, diantaranya :
A. Kaum Zindiq
Yakni mereka yang berpura-pura Islam tetapi sesungguhnya
mereka adalah kafir dan munafiq yang sebenarnya. Mereka adalah kaum yang sangat
hasad dan benci terhadap Islam dan bertujuan merusak Agama ini dari dalamnya
dengan berbagai macam cara. Diantaranya membuat hadits-hadits palsu banyak
sekali. Lalu mereka tampil ditengah-tengah umat menyerupai Ulama, kemudian
mereka sebarkan hadits-hadits buatan mereka dengan memakai nama Nabi Shalallahu
alaihi wasalam. Tujuan mereka tidak lain untuk merusak syariat dan
mempermainkan Agama Allah sekaligus menanamkan keraguan (tashqik) di hati kaum
Muslimin khususnya masyarakat awam.
Berkata Hammad bin Zaid seorang Atba'ut Tabi'in besar wafat
tahun 190 H.
Artinya : "Kaum Zindiq telah memalsukan (hadits) atas
(nama) Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam sebanyak empat belas ribu
hadits".
Ketika Abdul Karim bin Abi "Awjaa', salah seorang
zindiq ditangkap dan akan dipenggal kepalanya oleh Muhammad bin Sulaiman
Al-Abbaasiy (seorang pemimpin Basrah pada zaman khilafah Al-Mahdi, pada tahun
160 lebih), maka tatkala Abdul Karim telah yakin akan dibunuh, ia berkata :
Artinya : "Demi Allah ? Sesungguhnya aku telah
memalsukan pada kamu sebanyak empat ribu hadits palsu, aku haramkan padanya
yang halal dan aku telah halalkan (perkara) yang haram".
Demikian juga Muhammad bin Said Asy-Syamiy Al-Maslub (yang
mati disalib karena zindiqnya oleh Abu Ja'far Al-Manshur). Zindiq yang satu
inipun telah memalsukan hadits sebanyak empat ribu hadits. Telah berkata Imam
Nasa'i di akhir kitabnya "Adl-Dlua'afa' wal Matrukiin" (halaman 310)
: "Para pendusta yang terkenal telah memalsukan hadits Rasulullah SAW, ada
empat orang : Ibnu Abi Yahya di Madinah, Al-Waqidiy di Baghdad, Muqotil bin
Sulaiman di Al-Khurasan dan Muhammad bin Said di Syam yang terkenal dengan
(sebutan) Al-Mashlub (orang yang mati di salib).
Saya berpandangan : Bahwa sepanjang penelitian saya
hadits-hadits yang dipalsukan kaum zindiq itu terbagi kepada beberapa bagian :
1.
Hadits-hadits palsu yang mengajak
dan mengajarkan kepada syirik dengan macam-macam cabangnya.
2.
Hadits-hadits palsu tentang
bid'ah-bid'ah Agama dengan segala tingkatannya.
3.
Hadits-hadits palsu yang
menganjurkan kepada maksiat-maksiat.
4.
Hadits-hadits palsu yang memperbodoh
dan melemahkan umat terutama tentang jihad fi-sabilillah.
5.
Hadits-hadits palsu yang merusak
akal, adab dan pergaulan, dll.
B. Satu Kaum yang memalsukan Hadits karena mengikuti hawa
nafsu
Mereka mengajak manusia mengikutinya untuk menyalahi
Al-Kitab dan As-Sunnah. Seperti : Ta'ashub madzhabiyah, golongan/firqahnya,
fahamnya, berlebihan terhadap Imam-imamnya, karena jenisnya, qabilah/sukunya,
negerinya atau lughohnya/ bahasanya dan lain sebagainya.
Berkata Abdullah bin Yazid Al-Muqriy (seorang Atba'ut
Tabi'in besar gurunya Imam Malik, wafat tahun 148 H), "Sesungguhnya ada
seorang laki-laki dari ahli bid'ah (yang dimaksud bid'ah aqidah) yang telah
ruju' (kembali sadar) dari bid'ahnya, ia berkata :
Artinya : "Perhatikanlah hadits itu dari siapa kamu
mengambilnya ! Karena sesunggunya kami dahulu apabila berpendapat dengan satu
pendapat, maka kami jadikan ia (pendapat kami itu) sebagai satu hadits (yakni
kami palsukan mejadi hadits)".
Berkata Abdullah bin Lahai'ah (wafat tahun 174H): "Aku
telah mendengar seorang syaikh dari Khawarij yang telah taubat dan ruju', ia
berkata :
Artinya : "Sesungguhnya hadits-hadits ini adalah Agama,
maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agama kamu.! Karena sesungguhnya
kami dahulu apabila condong kepada satu urusan (maksudnya faham yang setuju
dengan bid'ahnya) niscaya kami jadikan ia sebagai satu hadits (kami palsukan
menjadi hadits)".
Berkata Hammad bin Salamah (Atba'ut Tabi'in wafat 167 H):
"Telah mengabarkan kepadaku seorang syaikh dari Rafidhah (Syi'ah),
sesungguhnya mereka berkumpul (sepakat) untuk memalsukan hadits-hadits"
C. Satu kaum yang memalsukan hadits-hadits untuk tujuan yang
baik menurut persangkaan mereka
Mereka buat hadits-hadits palsu tentang targhib dan tarhib
dan nasehat-nasehat dan lain-lain. Mereka tidak merasa keberatan bahkan
membolehkan dengan mengharap ganjaran dari Allah Jalla Jalaa Luhu .!? Kemudian
mereka berkata. Kami tidak berdusta untuk merusak (nama atau Syari'at) Nabi
Shalallahu alaihi wasalam tetapi untuk kebaikan beliau Shalallahu alaihi
wasalam..!?
Hujjah mereka di atas menurut Ibnu Katsir menunjukkan
sempurnanya kebodohan mereka, sedikitnya akal mereka, banyaknya dosa dan
kebohongan mereka, karena Nabi Shalallahu alaihi wasalam tidak butuh kepada
orang lain untuk kesempurnaan syariat dan keutamaannya. Mereka itu kaum yang
menyandarkan diri mereka kepada zuhud dan sufi.
D. Qash-shaas (Tukang-tukang cerita)
Mereka yang memalsukan hadits-hadits dalam cerita-cerita
mereka, untuk mencari uang dan supaya orang-orang awam (umum) takjub
(terkesima).
F. Satu kaum yang memalsukan hadits pada waktu-waktu yang
diperlukan
Seperti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, membela
faham/pendapat, mencela atau marah kepada seseorang dan lain sebagainya.
[Baca : Al-Madkhal (halaman 51-59) Imam Hakim.
Adl-Dlua'afaa' 91/62-66 & 85) Ibnu Hibban. Al-Maudlu'at (1/37-47) Ibnul
Jauzi. Maj'mu Fatawa (18/46) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ikhtisar Ibnu Katsir
(halaman 78-88). Syarah Nukhbatul Fikr (halaman 84-85). Mizanul I'tidal (2/644)
Adz-Dzahabi].
5. PERKATAAN/LAFADZ-LAFADZ/YANG MEREKA GUNAKAN
Para pendusta itu dalam memalsukan hadits menggunakan
beberapa perkataan, diantaranya :
1.
Mereka susun perkataan sendiri, lalu
mereka sandarkan kepada Nabi Shalallahu alaihi wasalam.
2.
Atau mereka ambil
perkataan-perkataan ahli hikmah, orang-orang shalih, atau cerita-cerita
Israiliyat dan lain-lain.
3.
Atau Hadits yang dlo'if
sanadnya, kemudian mereka susun dan hiasi (yakni mereka palsukan) menjadi
shahih sanadnya.
[Baca : Mukaddimah Ibnu Shalah (halaman 47), Syarah Nuhbatul
Fikr (halaman 83) Ibnu Hajar].
6. CIRI-CIRI/TANDA-TANDA HADITS MAUDLU'
Diantara tanda-tanda bahwa hadits itu maudlu'/palsu, ialah :
1.
Pengakuan dari pemalsu itu sendiri,
seperti beberapa contoh diatas (baca juga Al-Madkhal (halaman 53) Imam Hakim).
2.
Terdapat keganjilan dan rusak
maknanya.
3.
Bertentangan dengan apa yang telah
tsabit dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dll.
[Baca : Ikhtisar Ibnu Katsir dengan syarah Syaikh Ahmad
Syakir (halaman 78) dan masalah ini telah dibahas dengan luas oleh Imam Ibnul
Qoyim di kitabnya 'Al-Manaarul Munif Fish Shahih Wadlo'if]
Tidaklah mudah untuk mengetahui hadits itu maudlu', dan
bukan sembarang orang yang dapat menentukannya, kecuali Imam-imam ahli Hadits
dan ulama-ulama yang mahir dan luas pengetahuannya tentang Sunnah. Memiliki
kemampuan yang khusus tentang Sunnah/Hadits, Jarh dan Ta'dil serta Tarikh Rawi
dan lainnya yang berhubungan dengan Ilmu Hadits yang mulia ini.
Adapun mereka yang tidak punya ilmu hadits yang mulia ini (As-Sunnah/Hadits),
mereka hanya mendlo'ifkan atau menentukan hadits maudlu' karena hawa nafsu dan
ra'yu-ra'yu mereka yang bathil dan menyalahi Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka
yang sehari-hari menggugat Sunnah yang shahih, maka mereka yang zhalim,
penentang-penentang sunnah shahihah ini, sama sekali perkataannya tidak boleh
didengar dan wajib ditentang dan dibuka kelemahan mereka dan memberikan
penjelasan kepada umat akan tipu daya mereka yang sangat berbahaya.
7. PEMELIHARAAN TERHADAP HADITS/SUNNAH
Meskipun hadits-hadits itu telah banyak dipalsukan orang dan
tidak sedikit hadits-hadits shahih didustakan, ditolak dan digugat, tetapi
Allah Azaa wa Jalla tetap memelihara dan menjaganya, karena Ia telah berfirman
:
Artinya : "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
peringatan ini (Al-Qur'an), dan sesungguhnya Kamilah yang akan
menjaganya". (Al-Hijr : 9).
Sewaktu Abdullah bin Mubarak (seorang Imam Mujahid besar
dari Thabaqah Atba'ut Tabi'in, wafat tahun 181 H) ditanya tentang hadits-hadits
maudlu' beliau menjawab bahwa nanti akan hidup orang-orang yang ahli dalam
hadits yang akan membela (menjaga dan mempertahankannya), kemudian beliau
membaca firman Allah di atas.
Pemeliharaan terhadap Hadits/Sunnah itu dimulai dari
Thabaqah pertama, yaitu para Shahabat Radliyallahu 'Anhum. Thabaqah kedua dan
ketiga yaitu : Tabi'in dan Atba'ut Tabi'in, kemudian datang Thabaqah keempat
dan seterusnya. Maka bangkitlah Imam-imam Sunnah yang telah menyediakan hidup
dan umur mereka untuk membela Sunnah Nabi Shalallahu alaihi wasalam, Mereka
itulah Salafus Shalih dan Tha'ifah Manshurah yang selalu akan ada dalam umat
ini.
Jazaahumullahu 'Anil Islam Khairan.